Jagalah Jarak Wahai Muslimah, Mereka Bukan Suamimu!
Jumat, 11 Desember 2015
Edit
~Awal Mei 2012~
Cuaca mendung, tapi angin yang bertiup tidak banyak membantu menghilangkan keringat yang membasahi tubuhku. Tangisanku perlahan reda. Aku berbaring, lelah sekali. "Ummi, maafkan anakmu yang tidak mampu menjaga kehormatan diri. Astaghfirullaah.. Yaa Robb, ampunilah hambamu yang sangat hina, aku khilaf, jauhkanlah hamba dari segala bentuk kemaksiatan lagi, berikanlah hamba kekuatan agar dapat segera melupakan laki2 itu. Aamiin Yaa Allah..." Aku bukan perempuan bodoh dan lugu yang tidak menyadari bahwa yang aku lakukan selama ini adalah perbuatan yang sangat hina dan berdosa. Tapi sungguh sangat sulit melepaskan diri dari hal itu karena aku sangat takut kehilangan sosok laki2 yang sudah begitu dalam mengunci pikiran dan hatiku.Harapanku yang tinggi dan kepercayaan padanya membuatku menaruh mimpi tanpa mengindahkan pemahaman yang selama ini telah aku pelajari di pengajian tempatku menuntut ilmu.
*Dia bukan orang asing bagiku, dia salah seorang teman dekatku semasa kecil di kampung. Biasa ku panggil dia Kang Diman. Usia kami hampir sama, hanya berbeda bulan saja. Meskipun dalam keseharian kami sangat jarang bertemu langsung, tapi kami selalu menyempatkan diri saling bertukar kabar lewat sms atau telepon, biasanya aku yang meneleponnya ketika smsku tidak juga dibalasnya, aku pikir mungkin dia sedang tidak punya pulsa. Aku akui dia punya pesona yang membuatku suka padanya. Kepolosannya dan semangatnya menyampaikan ilmu yang dia dapatkan dipengajiannya, betapa rajinnya dia membantu orangtua dan nilai plus lainnya : wajahnya yang tampan berjenggot tipis dengan kulit coklat dan berat tinggi tubuhnya yang ideal.
Dari komunikasi yang kami jaga selama ini, semakin besar keinginanku untuk selalu dekat dengannya. Beberapa kali aku berusaha untuk bertemu, sekedar meminjam majalah atau buku, yang penting aku bisa melihatnya untuk menumpahkan kerinduanku. Saat bertemu, reaksinya datar2 saja, hal yang membuatku sangat kecewa.
Lalu ujian itu datang. tak lama setelah adzan Maghrib berkumandang hujan turun deras sekali, aku segera mengambil wudhu & sholat. Biasanya aku selalu membaca al-Qur'an sampai menjelang Isya, namun dinginnya udara menggodaku untuk berselimut. Ku sambar hp, iseng ku sms Kang Diman.
#Aku : "Hujan deres bgt yo. Dingine poll :D. Lg apa Kang?"
#Kang Diman : "Biasa, lagi ngumpul sama adik kakak sambil makan gethuk & sruput kopi. Tak masukan opini sekalian. Yo kalo dingin minum yang anget2 tho Ri :D"
#Aku : "Keren.. Ah males bikin ke dapurnya. Mending sms wae ma dirimu, sama2 bs menghangatkan wkwkwk :D"
#Kang Diman : "Hangatnya beda, kalo minum yang hangat awakmu, kalo smsan yang hangat apanya yo wkwkwk :D"
#Aku : "Semuanya laaah Kang :D.Tapi bener lho kalo sms dirimu, rasa dinginnya ilang :D. Apalagi kalo ketemu langsung hahaahaa. Kang kapan nikah? :D"
#Kang Diman : ":O ko tiba2 tanya nikah wkwkwk kaya yang 'ndak tau aja, blm kepikiran! :D. Lha dirimu sendiri gmn? Kan kalo perempuan seusiamu udah gelisah menunggu dijemput sang pangeran cinta :D"
#Aku : "Aku? Yaa kalo begitu tunggu dirimu siap aja, kan aku..... karo dirimu, Kang wkwkwk :D"
#Kang Diman : "Wegaaah, ga mau! Maaf2 yo, aku tak punya rasa untukmu jadi kubur wae khayalanmu wkwkwk :DV"
#Aku : "Masaaa, ga percaya aku, udah jujur aja, dirimu juga memendam rasa yang sama kan. Kalo kamu jujur, aku yo seneng lho. Kalo aku seneng nanti tak traktir makan2 wkwkwk :D"
#Kang Diman : "Kalo traktirnya ayo, siapa takut :D. Makan2nya bareng2 keluarga yo :D. Tapi yang jujurnya tetep wae, aku 'ndak punya rasa sama kamu. Gmn, tetep jadi traktir aku ra? wkwkwk :D"
Pikiranku kacau, ditengah bercandaan kami, aku merasakan penekanan kalimat2nya, sepertinya dia benar2 tidak punya rasa padaku. Sedih luarbiasa menyergap. Ku halau. Terlintas pikiran kotor di benakku.
#Aku : "Okelah siap, nanti tak traktir semua akhir bulan ini :D. Uuh masih dingin, padahal tadi udah terasa hangat :D. Kang, maaf agak pribadi neh, eeeeemh maluuu, ah tapi daripada penasaran heee... Gini, dirimu kan pria dewasa, memangnya keinginanmu untuk menikah belum ada po? Secara dirimu PRIA DEWASA lo :D :D :D"
#Kang Diman : "Eh ko masih bahas itu? Memangnya kalo PRIA DEWASA knp, lha awakmu sendiri PREMPUAN DEWASA :D"
#Aku : "Ya beda bangetlah, kalo perempuan kan bisa "menahan", kalo laki2 kan sulit membendung keinginan......."
#Kang Diman : ":O bgitu kah... Aku yo biasa wae Ri. 'ndak ada pikiran yang gimana2. Sebentar... Ko jadi ngomong ini, jangan2 dirimu yang kebelet pengen cepet nikah wkwkwk :D"
#Aku : "Yg bener Kang. Kan ky malam ini, hujan dingin kan enaknya ditemenin istri..."
#Kang Diman : "Aku kan udah ditemenin kamu.. Halaaaah aya2 wae :D"
#Aku : "Aku memangnya istrimu ya Kang... Siap2 aja aku melayanimu sepenuh hati..."
............................
............................
Berlanjut hari ke minggu ke bulan, terus.. Seperti candu, kami akhirnya terlibat komunikasi yang telah jauh melanggar Syara'. Di benakku hanya satu, berjuang untuk merebut hatinya meskipun aku sadar sudah merendahkan harga diri sebagai muslimah, semua tetap aku lakukan walau saat bertemu tetap saja sikapnya tak banyak berubah padaku. Tapi aku tak akan pernah menyerah.*
Hingga hari ini sms nya mengguncang duniaku.....
#Kang Diman : "Ri, aku minta maaf sedalam2nya kalo selama ini telah merendahkanmu karena sms2 yang kita lakukan sudah sangat keterlaluan. Maaf karena aku tidak bisa menahan diri & menjaga kehormatan sebagai sesama muslim. Aku harap kamu juga mengerti, sebaiknya mulai saat ini kita tidak lagi berkomunikasi samasekali. Aku akan mengganti no ku, jadi kemungkinan besar kalo kamu membalas aku tak akan menerimanya, aku akan patahkan no nya. Terimakasih sebelumnya pernah mendukungku. Jaga diri baik2, jangan sampai melakukan hal yang sama lagi, aku percaya kamu adalah wanita terhormat yang mampu menjaga kemuliaan diri. Semoga dirimu menyempurnakan hijabmu juga. Wassalam."
Buru2 aku telepon tapi no nya tidak aktif, ku coba berkali2 tetap saja begitu. Kalut & sangat marah. Aku benci sekali. Kecewa. Namun akhirnya aku tersadar, bersyukur sekali sebenarnya. Aku ucapkan istighfar.
~Desember Akhir 2011~
Perlahan ku baca undangan pernikahan dengan hati tak menentu. Perasaan cemburu segera ku tepis. Nama Kang Diman & nama seorang akhwat terpampang disana. Aku harap aib yang pernah terjalin antara aku & Kang Diman tetap menjadi rahasia kami yang tidak pernah diketahui istrinya. Betapa malunya aku bila istrinya kelak sampai tahu apa yang pernah terjadi diantara kami. Siang ini aku harus ke rumahnya, minta no hp Kang Diman pada orang2 rumahnya. Terakhir yang aku tahu dia pindah ke Bandung.
#Aku : "Assalamu'alaikum. Kang afwan jiddan mengganggu, ga ada maksud selain ingin memastikan sesuatu. Oh iya barakallah ya atas rencana pernikahannya. Aku cuma minta supaya kelak kalo Akang sudah menikah, jangan sampai aib kita dahulu diceritakan pada istri Akang. Saya akan sangat malu kalo suatu hari bertemu beliau. Syukron ya Kang. Rinay"
#Kang Diman : "Wa'alaikumussalam. Ok."
Penasaran dengan sepotong jawabannya, aku masih khawatir.
#Aku : "Afwan, benar ya Kang, jangan sampai diceritakan?"
#Kang Diman : "IYA"
Masih mengambang, tapi ku putuskan sudahi saja, karena dari jawabannya yang singkat aku tahu dia merasa terganggu, entah karena sibuk atau mungkin karena sms dariku.
Bersambung, Insya Allah...
Baca: JagalahJarak WahaiMuslimah, Mereka Bukan Suamimu Bag. 2
Akhwat Muslimah
Silakan Copy Artikel yang ada di sini, tapi cantumkan sumbernya http://akhwatmuslimahindonesia.blogspot.com/