Bolehkah Istri Minta Cerai Karena Suami Poligami?
Kamis, 10 Desember 2015
Edit
Fatwa Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan
Soal:
Bolehkah seorang istri meminta cerai kepada suaminya karena suaminya tersebut menikah lagi dengan wanita lain?
Jawab:
Jika suaminya menikah lagi maka itu merupakan karunia dari Allah. Allah Ta’ala membolehkan hal itu.
Adapun mengenai sang istri yang meminta cerai, jika suaminya tersebut melalaikan hak-hak sang istri dan tidak menunaikannya, maka boleh bagi sang istri untuk meminta cerai. Adapun jika sang suami menikah lagi, dan dia sudah berlaku adil kepada istri-istrinya dan menunaikan apa yang wajib baginya, maka sang istri tidak boleh meminta cerai. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أيُّما امرأةٍ سأَلتْ زوجَها طلاقَها مِن غيرِ بأسٍ فحرامٌ عليها رائحةُ الجنَّةِ
“wanita mana saja yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan syariat, maka haram baginya wangi surga” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan lainnya. shahih).
Maka tidak boleh meminta cerai semata-mata karena sang suami menjalankan hal yang dibolehkan oleh agama. Dan poligami itu mubah, walhamdulillah. Bahkan terkadang sunnah. Dan si istri memiliki hak yang wajib ditunaikan oleh suaminya. Demikian.
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=DCbSNzne7wE
——————————-
Fatwa Syaikh Khalid Al Mushlih
Soal:
Seorang wanita bertanya bahwa suaminya menikah lagi dan ia tidak tahan dengan hal itu dan menolaknya dengan keras. Bolehkah ia meminta cerai?
Jawab:
Mengenai hal ini Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أيُّما امرأةٍ سأَلتْ زوجَها طلاقَها مِن غيرِ بأسٍ فحرامٌ عليها رائحةُ الجنَّةِ
“wanita mana saja yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan syariat, maka haram baginya wangi surga” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan lainnya. shahih).
Dalam hadits ini terdapat ancaman keras bagi wanita yang meminta cerai tanpa alasan yang dibenarkan syariat.
Dan ketika suami berpoligami tentu tidak diragukan lagi bahwa hal ini membuat seorang istri sedih. Namun keadaanya berbeda-beda antara satu wanita dengan wanita yang lain, demikian juga antara satu lingkungan dengan lingkungan yang lain.
Kemudian, alasan ‘tidak tahan’ tersebut tidak termasuk alasan yang dibenarkan syariat untuk meminta cerai. Yang semestinya dilakukan sang istri adalah hendaknya bersabar dan ihtisab (mencari pahala dari keadaan ini) serta meneladani para sahabiyyah. Dahulu para sahabiyyah di zaman Nabi, suami-suami mereka berpoligami dan mereka tidak merasakan kekurangan dalam berbagai aspek. Pemikiran yang berkembang di antara para wanita adalah bahwa jika suami berpoligami maka akan menyebabkan kekurangan pada sang istri dan istri pertama disia-siakan. Ini anggapan yang tidak benar.
Jika suami berpoligami tidak melazimkan akan menyebabkan kekurangan pada istrinya, karena ini adalah hal yang dihalalkan oleh Allah*) dan dimudahkan untuk para lelaki, bahkan sebagian ulama mengatakan hukumnya sunnah jika bisa berlaku adil.
Dan perlu diubah pandangan bahwa poligami itu menyebabkan kekurangan pada wanita. Karena sudah sering terjadi pada banyak kejadian dari para suami yang berpoligami, justru istri pertama lebih tercukupi dan lebih dicintai daripada istri yang baru.
Lebih lagi jika kita lihat adanya tuntutan zaman terhadap poligami. Kita lihat di berbagai masyarakat, yaitu lebih banyaknya jumlah persentase wanita sehingga poligami ini diperlukan.
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=8IsyVfc4zWc
*) maksudnya, jika poligami melazimkan (pasti menimbulkan) kekurangan dan keburukan tentu Allah tidak akan menghalalkannya
Baca juga artikel “Poligami, Wahyu Ilahi Yang Ditolak” dan “Poligami, Bukti Keadilan Hukum Allah”
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslim.or.id