Cukai Rokok Untuk Tambal Defisit BPJS, Perokok: "Pahlawan Udut Kesatria Berasap"
Minggu, 23 September 2018
Edit
AKU 'URUNG' BERHENTI MEROKOK
[Jeritan Batin Para Perokok]Oleh: Nasrudin Joha
Sebenarnya, ada 1001 alasan bagi siapapun untuk berhenti merokok, dari alasan kesehatan sampai alasan keimanan. Okelah, coba kita ulas saja satu persatu.
Pertama, alasan kesehatan. Merokok merugikan kesehatan. Sebagaimana peringatan dalam setiap kemasan rokok, disebutkan bahwa : merokok dapat merugikan kesehatan, mengganggu kesehatan ibu hamil dan janin, bahkan sampai menyebabkan impotensi.
Sesiapa yang meninggalkan rokok, kesehatannya akan membaik. Yang ngeyel tetap merokok, kesehatannya buruk. Dari sesak napas, batuk, bau mulut tak sedap, bibir hitam, dll. Merokok yang jelas merugikan kesehatan.
Kedua, alasan ekonomi. Dengan merokok itu menyebabkan kantung bolong. Harga sebungkus rokok, itu bisa makan dua kali di warteg. Jika sehari dua bungkus, maka seorang perokok telah menghabiskan jatah makan di warteg empat kali.
Coba kita hitung ya: jika satu bungkus rokok 20.000, sehari dua bungkus, berarti satu hari 40.000. Jika setahun 365 hari, maka anggaran rokok setahun 14.600.000. Jika usia orang, rata-rata 63 tahun, maka sepanjang hidupnya dia menghabiskan anggaran untuk merokok 919.800.000 (atau nyaris setara dengan harga mobil alphard).
Tapi kalo terus merokok, jangankan mau beli alphard. Beli motor saja harus pake kredit riba dan leasing yang diharamkan.
Ketiga, alasan penampilan. Orang yang merokok itu penampilannya "Ga banget". Coba bayangkan, lagi asyik memimpin rapat, atau memberi ceramah umum, tiba-tiba keluar korek api, rokok mengepul, dan bisa saja Audiens berlarian karena dianggap ada bubuk mesiu terbakar.
Keempat, alasan keyakinan. Bagi sebagian kalangan, merokok secara fiqh terkategori haram berdasarkan kaidah "la dhiroro wala dhiroro fil Islam". Jadi, hukum asal yang Mudhorot itu haram, rokok itu menimbulkan mudhorot, sebab datangnya penyakit, karenanya haram.
Hanya saja, 1001 alasan untuk berhenti merokok itu kini tidak relevan lagi. Sebab, Pemerintah telah menetapkan kebijakan menaikan cukai rokok untuk menambal defisiat nggaran BPJS.
Para perokok sekarang memiliki alasan untuk meneruskan amaliyah merokoknya. Bahkan, mereka ini seharusnya mendapat predikat "pahlawan tanpa tanda jasa", usulan saya kita sebut dengan "PAHLAWAN UDUT, KSATRIA BERASAP".
Setiap perokok mau berhenti merokok, dalam benaknya terbayang banyaknya pasien BPJS yang meradang membutuhkan pelayanan, terbayang betapa beratnya RS melayani pasien dalam keadaan BPJS menunggak membayar klaim.
Bayangan itu, sungguh memilukan. Keadaan itu, membuat perokok tidak tega berhenti merokok. Karena, berhenti merokok berarti berhenti menyumbang cukai, berhenti menambal defisit anggaran BPJS, berhenti membayar layanan pasien BPJS, dan...ah ini kan juga bisa ditafsirkan MEMBERHENTIKAN NYAWA PASIEN BPJS ?
Karenanya, merokok bukan dihentikan. Seharusnya, semakin digalakkan. Semakin banyak perokok, semakin banyak cukai untuk menambal defisit BPJS, semakin banyak layanan bagi pasien BPJS.
Kedepan, didalam setiap bungkus rokok musti tertulis "MEROKOK, MENYEBABKAN PASIEN BPJS TERLAYANI DENGAN BAIK". Luar biasa, rezim mukidi saat ini sukses membolak-balik retorika. [].