Suami Wajib Memuaskan Istri saat "Lakukan Ini"
Selasa, 27 September 2016
Edit
DALIL pokok dalam masalah ini adalah firman Allah,
"Sang istri memiliki hak (yang harus dipenuhi suami) sebagaimana kewajiban yang dia yang harus dia penuhi untuk suaminya, dengan baik (dalam batas wajar)." (QS. Al-Baqarah: 228)
Sebagaimana suami menginginkan mendapatkan kepuasan ketika melakukan hubungan badan dengan istrinya, demikian pula istri. Dia memiliki hak untuk mendapatkan kepuasan yang sama sebagaimana suaminya. Oleh karena itu, masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang seimbang. Batasannya adalah bil maruf (dalam batas wajar). Dan batasan ini dikembalikan menurut anggapan umumnya masyarakat.
Ibnu Abbas mengatakan:
Saya suka berhias untuk istri, sebagaimana saya suka ketika istriku berhias untukku. Karena Allah berfirman, (beliau membaca surat Al-Baqarah ayat 228 di atas). (HR. Ibn Jarir & Ibn Abi Hatim)
Sikap sebagian pasangan yang hanya mementingkan diri sendiri, baik dalam pergaulan pada umumnya maupun ketika di atas ranjang, termasuk bentuk pelanggaran hak sesama. Itu artinya, sikap semacam ini termasuk pelanggaran terhadap perintah sebagaimana pada ayat di atas.
Ibnul Qayyim mengatakan,
"Wajib bagi suami untuk melakukan hubungan dengan istrinya dalam batas "bil maruf" (dalam batas wajar), sebagaimana dia diwajibkan untuk memberi nafkah, memberi pakaian, dan bergaul dengan istrinya dalam batas sewajarnya. Inilah inti dari pergaulan dan tujuan kehidupan rumah tangga. Allah memerintahkan para suami agar bergaul dengan mereka dalam batas wajar. Dan hubungan badan jelas termasuk dalam hal ini. Mereka mengatakan, Suami harus memuaskan istrinya dalam hubungan badan, jika memungkinkan, sebagaimana dia wajib memuaskannya dalam memberi makan. Para guru kami rahimahumullah menguatkan dan memilih pendapat ini.'" (Raudhatul Muhibbin, hal. 217)
Jika dalam kondisi tertentu, baik karena sakit atau faktor lainnya, kemudian salah satu pihak tidak mendapatkan haknya atau merasa dikurangi haknya, maka penyelesaian dalam masalah ini dikembalikan kepada kerelaan masing-masing.
Sebagaimana sang suami bisa jadi akan tertarik dengan wanita lain, karena tidak mendapatkan kepuasan yang wajar dari istrinya, demikian pula sebaliknya, bisa jadi sang istri tertarik dengan lelaki lain ketika dia tidak mendapatkan kepuasan yang wajar dari suaminya. Untuk menghindari hal ini, islam mengajarkan agar masing-masing berupaya memperbaiki diri, sehingga bisa memberikan yang terbaik bagi pasangannya.
Semoga Allah memberikan kebahagiaan bagi keluarga kaum muslimin. Amin.
Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits/inilah.com]
"Sang istri memiliki hak (yang harus dipenuhi suami) sebagaimana kewajiban yang dia yang harus dia penuhi untuk suaminya, dengan baik (dalam batas wajar)." (QS. Al-Baqarah: 228)
Sebagaimana suami menginginkan mendapatkan kepuasan ketika melakukan hubungan badan dengan istrinya, demikian pula istri. Dia memiliki hak untuk mendapatkan kepuasan yang sama sebagaimana suaminya. Oleh karena itu, masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang seimbang. Batasannya adalah bil maruf (dalam batas wajar). Dan batasan ini dikembalikan menurut anggapan umumnya masyarakat.
Ibnu Abbas mengatakan:
Saya suka berhias untuk istri, sebagaimana saya suka ketika istriku berhias untukku. Karena Allah berfirman, (beliau membaca surat Al-Baqarah ayat 228 di atas). (HR. Ibn Jarir & Ibn Abi Hatim)
Sikap sebagian pasangan yang hanya mementingkan diri sendiri, baik dalam pergaulan pada umumnya maupun ketika di atas ranjang, termasuk bentuk pelanggaran hak sesama. Itu artinya, sikap semacam ini termasuk pelanggaran terhadap perintah sebagaimana pada ayat di atas.
Ibnul Qayyim mengatakan,
"Wajib bagi suami untuk melakukan hubungan dengan istrinya dalam batas "bil maruf" (dalam batas wajar), sebagaimana dia diwajibkan untuk memberi nafkah, memberi pakaian, dan bergaul dengan istrinya dalam batas sewajarnya. Inilah inti dari pergaulan dan tujuan kehidupan rumah tangga. Allah memerintahkan para suami agar bergaul dengan mereka dalam batas wajar. Dan hubungan badan jelas termasuk dalam hal ini. Mereka mengatakan, Suami harus memuaskan istrinya dalam hubungan badan, jika memungkinkan, sebagaimana dia wajib memuaskannya dalam memberi makan. Para guru kami rahimahumullah menguatkan dan memilih pendapat ini.'" (Raudhatul Muhibbin, hal. 217)
Jika dalam kondisi tertentu, baik karena sakit atau faktor lainnya, kemudian salah satu pihak tidak mendapatkan haknya atau merasa dikurangi haknya, maka penyelesaian dalam masalah ini dikembalikan kepada kerelaan masing-masing.
Sebagaimana sang suami bisa jadi akan tertarik dengan wanita lain, karena tidak mendapatkan kepuasan yang wajar dari istrinya, demikian pula sebaliknya, bisa jadi sang istri tertarik dengan lelaki lain ketika dia tidak mendapatkan kepuasan yang wajar dari suaminya. Untuk menghindari hal ini, islam mengajarkan agar masing-masing berupaya memperbaiki diri, sehingga bisa memberikan yang terbaik bagi pasangannya.
Semoga Allah memberikan kebahagiaan bagi keluarga kaum muslimin. Amin.
Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits/inilah.com]